Equnix Business Solutions | an Open Source and Open Mind Company Webinar Series| Equnix Business Solutions

Beyond Automation: Industry 4.0 in Manufacturing

Webinar Episode 11 mengangkat topik yang berbeda dari episode sebelumnya, yaitu “Beyond Automation: Industry 4.0 in Manufacturing” yang disampaikan oleh narasumber tamu Pak Tonny Leonard. Beliau banyak berkecimpung dalam dunia manufaktur dan teknologi informasi. Saat ini kita sudah memasuki era otomasi ke 3 yang mana mesin mulai mampu mengambil alih keputusan. Meskipun begitu, Indonesia belum benar-benar menerapkan revolusi industri 4.0. Karena pada dasarnya untuk dapat menggabungkan OT dan IT, membutuhkan effort dan cara berfikir yang tinggi. Untuk penjelasan lebih lengkapnya, dapat mengunjungi website kami di https://equnix.asia/events/webinar/2022.

Webinar disponsori oleh Equnix Appliance. Equnix Appliance adalah sistem yang terintegrasi dari hardware, software, dan layanan di atasnya. Memiliki kelengkapan layanan yang dibutuhkan pada korporasi selayaknya private cloud. Menggabungkan keuntungan pada dua sisi, ditempatkan pada klien premis seakan milik sendiri, namun semua kebutuhan layanan sudah terpenuhi tanpa harus merepotkan tim operation. Equnix Appliance hadir dalam menjawab kebutuhan infrastruktur IT yang mumpuni, ready stock, siap menjalankan transaksi setinggi yang dibutuhkan. Equnix Appliance ditujukan untuk penggunakan korporasi yang membutuhkan jaminan pelaksanaan sistem yang bermisi kritis.


Dibawah ini adalah dokumentasi QnA yang menarik antara Pembicara dan Peserta.

Firmansyah

Q: Industri 4.0 dan Internet of things memiliki konsep yang sangat mirip, khususnya menghubungkan berbagai “hal” bersama melalui jaringan, jadi perbedaaan untuk IoT dan industri 4.0 itu apa ya Pak?


A: Berbicara tentang industri 4.0 maka cakupannya sangat luas, namun jika untuk perbedaannya, Internet of thing itu adalah salah satu bagian teknologi yang mendukung industri 4.0. Internet of thing itu banyak komponennya, sehingga setiap orang bisa mendefinisikannya berbeda. Tapi menurut saya, Internet of Thing itu salah satu teknologi yang ada di industri 4.0.
Teknologi yang lain itu bisa robotik, seperti Artificial Intelligence, beberapa orang bisa menganggap Augmented Reality juga bisa menjadi bagian dari industri 4.0. Mereka akan IoT dan teknologi yang lain itu bersama-sama membentuk industri 4.0. Jadi kalau saya sampaikan industri 4.0 versi Kemenperin misalkan, maka itu banyak salah satunya teknologi. Jadi salah satu teknologinya adalah IoT.

Sugianto-UNIM

Q: Bagaimana Edge AI mengubah perangkat-perangkat Cerdas untuk solusi IoT yang cost efektif dan aman dan best practice nya seperti apa?


A: Kalau kita bicara mengenai Edge AI, itu perkembangannya juga sangat cepat, saya kira 5 tahun terakhir. Edge AI itu kami sedang melakukan riset dengan salah satu Perguruan Tinggi di Jawa Timur, mengenai bagaimana kami mendeteksi quality yang ada di salah satu pabrik penghasil tissue. Kita sedang riset memakai Edge AI untuk Computer Vision, jadi Computer Vision itu untuk mendeteksi tissue yang sedang diproduksi untuk menentukan secara kualitas sudah bagus atau tidak. Dan yang kami sedang cita-citakan adalah Edge AI untuk device-device yang ada di lapangan. Contohnya perpindahan kompresor, itu bisa dilakukan proses analisanya. Misalkan pressure atau vibration nya, vibrasi yang ada di mesin itu bisa dilakukan analisanya dengan Edge AI.
AI itu ada dua, kita mau melakukannya dengan ads ataupun menggunakan komputer besar yang komputasinya kuat. Yang lainnya adalah AI yang berbasis cloud. AI jadi efektif karena ads device jauh lebih murah dibandingkan membeli server yang sangat powerful atau pakai server yang ada di cloud. Teknologi jadi cepat dan membuat harga lebih murah. Contoh sederhananya waktu saya berdiskusi dengan rekan-rekan di kampus saya, karena kita mau riset, mereka mengatakan “kamu bisa membuat handphone dengan algoritma yang tepat dan efisien untuk mengelola proses”. Contoh yang paling sederhana lainnya, saya adalah penggemar lari, jika kita berbicara mengenai lari, kita bisa mengukur detak jantung sekaligus melakukan analisa oleh smart watch. Itu adalah contoh AI kecil yang bisa dilakukan di handphone dan connect ke cloudnya. Tapi beberapa kita lagi develop industrial device, atau beberapa itu bahkan mainan di kampus kita riset itu pakai Jetson. Jadi dari sana nanti kamera akan menentukan produk kualitasnya bagus, yang kualitasnya bagus nanti akan dihitung berapa dan yang jelek akan langsung di reject. Itu kita bisa tambahkan di automation nya. Kita bisa tambahkan ejector misalnya, sehingga bisa langsung di reject. Nanti itu akan masuk ke sistem Enterprise yang lain untuk mengukur API dari masing-masingnya. Jika kita berbicara mengenai best practice, device-device yang murah dan semakin powerful. Saya mengambil contoh handphone yang lima tahun lalu harganya 5 juta dan handphone di tahun sekarang yang harganya 5 juta itu kita bisa compare processor nya, seperti apa memorinya, seperti apa itu terjadi peningkatan yang sangat tajam. Best practice untuk di industri itu, mereka menginginkan kehandalan, sehingga mereka sulit menerima yang sifatnya lebih rendah. Perubahan-perubahan komponen dapat dilakukan karena menggunakan Open Source. Jadi penggunaannya sangat efektif. Kira-kira seperti itu untuk Edge AI.

Sugianto-UNIM

Q: Bagaimana penerapan solusi automation untuk mengetahui hasil output produksi yang akurat (Cost,Power,FOH dll) serta solusi analytic, sehingga report tersebut dapat digunakan untuk mengambil keputusan oleh manajemen, dimana mesin PLC yang ada di manufacture tersebut berbeda-berbeda brand. Dan jarak antar mesin-mesin tersebut cukup jauh dan mempunyai banyak cabang? Bagaimana cara mengkonsolidasi data tersebut dan terintegrasi dengan ERP misal SAP? Apakah perlu butuh big data? Topology seperti apa dan best practice seperti baik solusi on premise,on cloud atau hybrid? Mohon penjelasan pro and cons?


A: Pertanyaan yang cukup advance dan banyak, output produksi yang akurat (Cost, Power, FOH, dll) kita berbicara sensor yang masuk ke PLC. Kami sering menggunakan sensor-sensor yang gelombang dan tidak menyentuh barangnya, sehingga semua sensor bisa masuk, dan itu banyak di pasar. Power, juga banyak, power meter digital misalnya. Kalau kita ingin tahu cost listriknya berapa.

  1. Terkait masalah produksi dan analytic:
    Data yang ada di level automation disebut PLC itu sebetulnya sangat melimpah, data bisa masuk ke database. Satu spirit dengan teman-teman Equnix, kita mulai memakai yang bersifat Open Source. Karena beberapa customer inginnya menggunakan Open Source, namun nanti bisa di diskusi tersendiri. Sekali data itu ada di database, kita bisa melakukan analytic.
  2. Selanjutnya, mesin-mesin yang sangat beragam:
    Menariknya di dunia automation sekaligus menyebalkannya adalah hampir semua vendor PLC punya protocol sendiri. Kami punya banyak PLC di kantor sehingga kami sering melakukan proses integrasi. Jadi kalau kita berbicara mengenai standar yang dibangun, sebenarnya sudah mulai banyak. Dulu antar PLC keluar protocol namanya OPC (Open Platform Communications), itu banyak kami pakai untuk menggabungkan berbagai macam PLC yang berbeda merek dan berbeda protocol, itu yang berbasis software. Untuk berbasis hardware itu ada banyak gateway, contoh misalnya satu PLC dengan protokol modbus, yang paling populer di dunia, itu saya ingin convert ke profinet protokol yang dibuat oleh mesin maker lain, kemudian bagaimana? Beberapa opsi gateway mulai dari buatan US, Eropa yang mahal atau buatan Taiwan yang relatif lebih murah dan bisa dilakukan proses penggabungan, sehingga antar mesin itu bisa berkomunikasi. Contoh paling gampang, saya punya mesin dengan merk A, mesin bermerk A itu jika sudah selesai melakukan produksi, dia akan mengirimkan data ke mesin bermerk B, mesin bermerk B akan melanjutkan proses produksi selanjutnya, karena berbeda merk, kami pasang gateway nya. Gateway itu semacam penerjemah dari merk A ke merk B dalam bentuk hardware, yang lainnya dalam bentuk software tadi saya sebut salah satunya adalah OPC.
  3. Jadi kadang data itu memang terlihat begitu besarnya, namun bila kita melihat dari kacamata bisnis proses, apakah memang semua data itu perlu diambil? Seperti berbicara automation dan ERP. Data di automation itu sangat banyak, bahkan frekuensi login nya itu bisa per detik, per sepuluh detik, atau per menit. Sementara data di ERP sebetulnya tidak banyak, hanya butuh per jam, atau bahkan pershift.
    Lalu apakah perlu big data? Kalau integrasi saya sampaikan tidak, tapi kalau analisis bisa jadi iya. Jadi big data itu untuk training, misalnya tadi saya sampaikan turbin dan compressor, apakah perlu big data? Bisa jadi iya, jadi data akan masuk blackbox terus dilakukan analisa misalkan menggunakan mesin learning itu nanti akan memberikan kesimpulan seperti apa, topologinya seperti apa, manufacturing itu tadi sebenarnya menggambarkan seperti itu.
    Lalu on frame atau cloud itu sebenarnya masalah kesenangan dari teman teman. Cloud akan semakin besar pengaruhnya. Dampaknya apa? semakin banyak data center di Indonesia, maka cloud akan semakin meningkat. Namun banyak perusahaan yang belum rela kalau datanya diletakkan di cloud.

Arry Hutomo

Q: Saya kebetulan yang melakukan bridging OT to IT convergence. Saat ini kami dengan infrastruktur BigData Analytics AI/ML terkait productivity. Bagaimana kita menyikapi indikator yang perlu di otomisasi dan bagaimana menentukkan efisiensi dan efektifitas otomatisasi proses memang itu perlu dilakukan? karena setiap pareto yang kita buat terhadap problem identifikasi kita berubah dengan cepat perhari tergantung market demand kita dan menuntut perubahan bisnis proses yang cepat. Kita adalah perusahaan retail yang memiliki manufacturing yang akan menerapkan smart manufacturing dan terhubung dengan marketplace dari seluruh brand apparel kami.


A: Pertanyaan menariknya adalah apakah otomatisasi itu perlu? Saya beri contoh, kalau sedang musimnya demo buruh minta naik gaji. Saya berpikir sebagai orang yang bermain di teknologi, ini bahaya bila diteruskan. Tidak menutup kemungkinan adanya ranah politik yang berkepentingan menaikan UMR. Tapi di satu sisi, jika UMR semakin tinggi, perusahaan akan semakin kesulitan untuk melakukan produksi. Karena costnya akan sangat tinggi, sehingga mereka tidak kompetitif dari sisi penjualan. Kompetisi itu tidak hanya di Indonesia, yang terjadi adalah daerah-daerah dengan UMR yang tinggi, itu akhirnya dijauhi oleh pabrik-pabrik yang memiliki banyak pegawai. Dan perusahaan bergeser ke daerah yang UMR nya lebih rendah. Untuk perusahaan yang tidak dapat berpindah lokasi, akhirnya melakukan otomatisasi. Karena otomatisasi tidak akan lagi menemukan demo besar besaran dari buruh.
Otomatisasi memiliki dilema dalam dunia industri, semakin besar otomatisasi maka akan semakin banyak pengurangan tenaga manusia yang menyebabkan kehilangan pekerjaan semakin besar. Namun saya tidak bisa mengambil kesimpulan, karena kembali lagi ke masing-masing. Saya sebagai vendor automation, sering kali juga menghadapi dilema.
Semua komponen yang ada di manufacture itu terhubung, komponen itu bisa berupa supply chain nya, inventory nya, bisa data penjualannya, bisa data produksinya seperti apa. Semua itu akan terintegrasi, sehingga para sales juga akan lebih confident karena mengetahui stok barang, jumlah barang yang sedang diproduksi, dan akan selesai dalam sekian jam atau sekian hari. Itu merupakan salah satu konsep smart manufacture.
Sering kali, kita yang berbasis teknologi berpikirnya bagaimana teknologi itu canggih di production. Namun di sisi bisnis proses berkepentingan biayanya minimal dengan untung yang maksimal. Itu seringkali dilewati oleh orang-orang yang backgroundnya kuat di teknologi. Itu yang terjadi, pareto sangat berguna. Kita dapat mengetahui penyebabnya dimana saat ada gangguan kemudian dapat kita simpulkan.
Jadi ini kita berbicara mengenai strategi, ini merupakan bahasan yang menarik. Kita berbicara mengenai agile, agile di ranah strategi, dan kapan kita harus berubah. Jika dahulu kita berbicara strategi direview setiap tiga tahun atau bahkan sepuluh tahun sekali, kondisi sekarang tidak seperti itu. Jadi tadi di awal saya sebut adaptability, yang paling kanan sebenarnya industri 4.0 itu sebenarnya nanti mengacu. Semua decision itu nantinya driven by data. Jadi kita tau data penjualannya, kita tau trendnya seperti apa, itu semua bisa diikuti pergerakannya.
Misalnya trendnya ini baju A ini sedang naik, ya artinya kalau kita mau memproduksi baju ya kita harus switching, berarti harus dinaikan produksinya A, itu semua bisa dilihat dari data. Tidak hanya data dari manufacture tapi bisa juga data dari trend, bahkan beberapa sosmed itu dapat melakukan trolling mengenai trend yang sedang muncul ini seperti apa, itu semua harus terintegrasi, ini akhirnya terkait dengan kebutuhan pekerjaan yang sekarang namanya data science, itu salah satu guna dari strategy yang berbasis data. Kebutuhan data science jadi semakin meningkat, karena dibutuhkan untuk mengkorelasikan data-data yang begitu melimpah itu dengan apa yang harus kita lakukan. Banyak sekali bahan yang menarik mengenai strategy management ini, kebetulan saya dulu kuliah S2 di jurusan strategy management. Mungkin lebih detailnya nanti teman teman data science yang bisa menjelaskan. Yang paling terlihat itu di Marketplace, Marketplace itu banyak mempekerjakan data science sehingga dapat diketahui barang mana yang sedang naik, sehingga orang orang yang supply juga dapat melihat. Di Industri, terutama di manufacture juga melakukan itu, namun tidak secepat Marketplace. Dunia semakin complex, itulah mengapa data science menjadi semakin penting.

Nanang - PT. Adyagraha

Q: Apakah Digitalisasi Industri 4.0 sudah menggabungkan otomatisasi dan teknologi cyber? Bagaimana penerapannya pada Smart building?


A: Ini menarik, teknologi cyber. Jadi, beberapa tahun yang lalu, salah satu pabrik pemurnian uraniumnya Iran, nuklir. Itu bisa disusupi oleh virus yang namanya Stuxnet. Ini virus yang diinjeksi ke PLC waktu itu mereknya Siemens sehingga proses pemurnian uranium itu waktu itu digunakan untuk pemutaran diubah sedikit oleh virus ini, sehingga terjadi perubahan kualitas pada pengolahan uranium. Lalu, saya sempat mengobrol dengan cyber security, salah satu vendor datang ngobrol ke saya. Dia memberikan contoh satu kejadian yang benar-benar yang terjadi di fasilitas Pembangkit Listrik, anaknya Rusia, itu di hack karena cyber security nya tidak bagus, itu bisa terjadi seperti di film-film. Saya bisa mematikan pembangkit listrik hingga terjadi chaos. Lalu, saya pernah mengalami di tahun 2000 dalam versi primitif, sistem di pabrik pengolahan tembaga, itu bisa dimatikan dari rumah oleh salah satu orang kecewa karena dia punya akses, sayangnya baru dipasang software untuk mendeteksi sehingga ketahuan ini dimatikan oleh komputer darimana, jam berapa lalu yang mana dimatikan, sehingga langsung dipecat. Itu 20 tahun yang lalu, sekarang itu jadi lebih canggih lagi masalah cyber security. Kejadian di fasilitas nuklir Iran, benar-benar mengguncang dunia automation bahwa kita butuh cyber security, lalu perkembangannya jadi semakin banyak diadopsi di manufacture. Saya punya teman, saya sampaikan apa yang sekarang trending di dunia IT lima tahun lagi akan diadopsi di dunia automation, tidak exact 5 tahun tapi selalu seperti itu. Jadi contoh cyber ini sekarang banyak yang mengawali di perbankan, semua sistem harus aman, lalu diadopsi ke manufacture dan sudah mulai terjadi.
Smart building adalah versi sederhana dari manufaktur. Kalau smart building terkoneksi ke internet artinya ada peluang bisa di hack. Sisi kelamnya cloud seperti itu. Kalau semua proses masuk kedalam cloud artinya terbuka untuk semua orang masuk ke jaringan. Jaman dahulu sebelum ada cloud, manufaktur itu tertutup. Karena sifatnya cloud maka akan menjadi rentan terhadap kejahatan cyber. Sehingga perkembangan ilmu cyber security semakin tinggi.

Nanang - PT. Adyagraha

Q: Apakah Smart building dengan Digitalisasi Industri 4.0 sudah mencakup sistem robotik, Internet of Things (IOT), komputasi awan (Cloud computing) dan cognitive computing/Kecerdasan buatan/AI)? bagaimana penerapannya pada Smart building?


A: Iya, semuanya sudah termasuk. Smart building bisa mengetahui kapan waktu orang datang, suhu, dan apa yang disukai. Dia dapat memodelkan dan mengetahui pola yang biasanya dilakukan. Smart building memberikan kita kenyamanan. Intinya AI ada di pemahaman terhadap pola.

Nanang Harijanto

Q: Apa perbedaan industri 4.0 dengan lean manufacturing dan IoT?


A: Industri 4.0 itu abstrak, semua orang memiliki hak untuk menafsirkan. Lean manufacturing lebih ke metodologi di manufaktur. Jadi lean manufacturing kan tipis, jadi bagaimana manufacturing yang efektif. Kalau kita berbicara industry 4.0 scope nya lebih besar lagi. Kalau lean manufacturing kita hanya berfokus pada rantai production. Misalkan bagaimana sampah sisa produksi seminimalnya? Ini 2 hal yang berbeda. Lean salah satu metode manufaktur dalam pembuatan produk. Kalau industri 4.0, kaya akan ekosistem, semua hal saling terkait. Salah satu yang terkait adalah lean manufacture dan IoT. Kalau IoT adalah salah satu teknologi, kalau lean manufacture adalah metode kerja dari industri secara keseluruhan.

Budi Hertanto

Q: Terkait dengan maintenance sistem/mesin, seberapa efektif penggunaan predictive analysis berbasis AI untuk mengurangi downtime sekaligus menekan maintenance cost? Apakah bisa terjadi downtime berkurang tetapi maintenance cost bertambah? Bagaimana pengaturannya supaya kedua hal (downtime & maintenance cost) ini bisa optimal?


A: Tentang AI untuk maintenance, 23 tahun yang lalu saya bekerja di perusahaan tambang di Indonesia Timur. Saya memiliki bos yang mahir. Di proses automation kita dapat melakukan analisa trend. Bos saya dengan jam terbang yang sangat tinggi, beliau dapat mengetahui dan melihat trend dari arus yang masuk ke motor ini, ada kenaikan lonjakan arus dan harus di maintenance. Kalau tidak di maintain, ini akan mati production dan akan berhenti. Hal tersebut adalah kecerdasan yang menempel di manusia dan ditiru oleh AI.
Pertanyaannya, sepintar apa pembuat AI memodelkan? Kalau itu bagus, itu sangat efektif dan bisa mengurangi cost. Kalau modelnya tidak bagus, bukannya mengurangi cost, justru akan menambah beban. Ada beberapa riset yang kami combine. Kalau metodenya bagus dan akurat pasti akan menekan cost maintenance. Misalkan, mesin biasanya 2 bulan sekali. Lalu kita melakukan prediktif ternyata tidak harus 2 bulan, ternyata 3 bulan tidak apa-apa dan itu mengurangi cost dari sisi maintenance. Saya pernah melakukan sortir pake kamera berbasis AI untuk deteksi produk cacat, waktu awalnya AI tidak sepintar yang diperkirakan, jadi akan ada produk yang bagus namun dianggap cacat. Kalau sistemnya terdesain dengan baik maka bisa menekan cost.

Zenfrison

Q: Apakah ada experience untuk suatu case di digital Power Plant, sistem, aspek security mana yang bisa ditingkatkan. Apakah di IOT/server/softwarenya? Dan Lokasi mana yang paling strategis?


A: Kami pernah mengimplementasikannya di pabrik susu bukan di pembangkit, disana dibatasi siapa yang boleh mengakses TLC dan siapa yang boleh kirim data ke PLC ini. PLC mana yang boleh menulis ke PLC satunya. Semua dibuat rule, diantaranya:

  1. Security nya tidak memiliki sinyal yang mematikan dan liar;
  2. Untuk managed traffic. Walaupun sekarang speed gate traffic di network sudah besar, saya pernah mengalami stuck karena data yang dikirim terlalu banyak. Sehingga memenuhi network dan sistemnya shutdown. Misal komputer tidak boleh ada device yang terhubung, jadi semua usb dimatikan, sehingga kalau mau terhubung harus lewat network. Waktu itu kami mau backup harus izin sampai ke asia pasifik, sedemikian kakunya mereka sehingga tidak ada virus yang masuk. Harus lewat network terus di lembar lagi ke PC yang diluar. Ada barrier di aspek security nya. Saya hanya tahu kulitnya, tidak tahu secara detail, karena belum pernah mengalaminya. Kemudian untuk yang security, banyak layer nya. Network nya dipisah, nanti ada proses routing bridging dari 1 network ke network lain dengan segala aturannya. Termasuk data apa yang boleh, protokol apa aja, perlu studi yang mendalam. Kalau berbicara digitalisasi termasuk layer security-nya.

Zenfrison

Q: Apakah user awareness perlu ditingkatkan?


A: Problem nya adalah dunia ini terbagi jadi automation dan IT. Mereka berdua tidak saling memahami. Kalau security yang ahli itu orang IT. Pada saat implementasi di manufaktur, rule nya jadi berbeda. Seringkali ini terjadi, komunikasinya tersumbat. Karena tersumbat mereka undang pihak ke 3. Sayangnya pihak ke 3 lebih dipercaya oleh orang-orang manajemen dibanding kedua orang ini (ahli automation dan IT) duduk bersama. Ahli automation dan IT seringnya tidak saling memahami, karena mereka memiliki bahasanya sendiri. Kalau saya, berangkatnya lebih ke bisnis proses untuk mengetahui kebutuhan. Kemudian baru di breakdown, tugas ahli IT apa saja, automation apa saja, atau bertemu CEO untuk menciptakan dialektika secara teknologi maupun bisnis proses untuk disepakati bersama kemudian membuat roadmap nya.

Zenfrison

Q: Langkah awal supaya dapat satu misi dengan Pak Tonny, belajar dari mana Pak?


A: Yang sering terjadi mereka duduk bersama, semua divisi. Lalu merumuskan tujuan bersamanya apa, setelah itu di breakdown kedalam langkah-langkah kecilnya. Ada istilah I People dan T people. I people adalah orang yang garisnya seperti huruf I. Dia taunya ilmu itu 1 tapi mendalam. Contoh orang automation dan IT. Ada tipe T, dia paham IT tapi bisa menjembatani orang automation dan orang IT. ini yang sering saya lakukan pada saat orang automation dan IT tidak saling memahami. Memahami 1 hal detail dan beberapa hal general. Ada tipe P, punya 2 skil tapi bisa menjembataninya. Ada orang yang multispesialis, punya banyak hal. Namun saat ini kita kekurangan orang yang bisa mengintegrasikan/ T people.

Arie Wibowo

Q: Hal yang paling dapat mem-booster transformasi perusahaan di era 4.0 menurut Pak Tonny harus seperti apa?


A: Maksud dari booster mungkin dapat dijelaskan lebih detail. Singkatnya, pada saat digital semakin kencang, transformasi or die. Karena terkadang orang tidak memiliki pilihan untuk melakukan transformasi. Kalau tidak melakukan transformasi maka dia akan mati/tertinggal.

Farhan Fadillah

Q: Bagaimana caranya mengembangkan sebuah teknologi yang efisien secara costing? Apa yang harus diperhatikan saat mengembangkan sebuah teknologi yang efisien?


A: Saya lebih suka menggunakan pendekatan bisnis, kalau kita mengembangkan teknologi apakah sesuai/cocok dengan kebutuhan kita? Awalnya kita harus memahami kebutuhan teknologinya, kemudian berbicara teknologinya. Yang terpenting adalah proses bisnisnya. Terkadang customer tidak membutuhkan yang canggih, namun bisa solve problem di perusahaannya. Dengan memahami teknologi yang dibutuhkan, akan menjadikan teknologi tersebut menjadi tepat guna.

Hardi Agung

Q: Apa perbedaan mendasar dari Smart Industry dan Smart Manufacturing di Industri 4.0?


A: Terkadang kita terjebak pada istilah. Kalau sepakat dengan istilah smart manufaktur yaitu bisa terintegrasi semuanya sehingga semua proses bisnis itu berjalan dengan baik, karena semua saling terkomunikasi, ya sebaiknya sudah cukup. Mau disebut smart manufacture, mau disebut industri 4.0 itu hal berikutnya lagi, namun secara bisnis ini sudah menghasilkan banyak dan efisien, cara secaara profit bagus dan secara cost murah.

Mumbere Kayange

Q: Apakah pemahaman Elektronik (sebagai ilmu/skill) diperlukan untuk penguasaan Automation?


A: Basic-nya automation itu sebenarnya di elektronik, jadi dalam perkembangannya automation match dengan IT akhirnya ilmu elektronik juga harus dilengkapi dengan ilmu-ilmu terkait dengan IT. Berbeda dengan bisnis proses, jadi semuanya penting dan saling melengkapi. Berbicara automation sangat tergantung electronic, tapi kalau sudah mencukupi, itu yang kita bahas dalam beyond automation, bahwa itu tidak cukup untuk ini maka harus dilengkapi dengan yang lain.

Doni H

Q: Apakah industri saat ini sudah benar-benar menerapkan 4.0 atau hanya menggaungkan sudah 4.0 padahal belum sepenuhnya diterapkan?


A: Jauh lebih banyak yang meng-claim daripada yang benar-benar menjalankan.

Alphin Suherman

Q: Bagaimana penerapan industri 4.0 di Indonesia dalam semua bidang di indonesia, dan hal apa saja yang perlu disiapkan untuk menyambut perubahannya?


A: Kalau kita berbicara konteks Indonesia industri 4.0. Dipatahkan oleh pemerintah, industri mana saja yang menjadi prioritas. Kenapa? Kembali lagi ke masalah readiness, jadi ada beberapa industri yang belum siap, mungkin belum bisa dipaksa mungkin mereka masih di level 2.0 atau 2.5, jadi tidak sama. Saya sebelumnya menyebutkan online case misalkan dia sudah bermain security, kenapa? Karena mereka jauh lebih jauh, kenapa? Mereka jauh lebih banyak. Gampangnya seperti itu, lalu pemerintah pun memilah industri mana saja yang sudah siap masuk ke industri 4.0. Masih banyak industri kita 2.5 bahkan belum fully 3.0 namun dituntut untuk kebutuhan pencitraan mereka claim, “kami sudah melakukan digitalisasi, kami sudah masuk 4.0.” klaimnya seperti itu. Indonesia secara umum, kita negara berkembang, mau tidak mau kita masih tertinggal dari negara-negara maju, di negara maju itu manusia makin mahal, di Indonesia makin murah. Kebutuhan untuk migrasi ke teknologi juga tidak secepat negara-negara yang sudah maju seperti Jerman atau Jepang. Jadi pengguna terbesar robot misalkan, itu di Asia yang paling tinggi adalah Jepang, Korea Selatan, mungkin China sudah mulai. Itu karena di Jepang, kita tahu manusia (buruh) mahal, itu mempercepat proses teknologisasi di industri.

Silahkan hubungi kami bilamana ada pertanyaan, Anda dapat kontak tim kami yaitu: Livia (0811 888 0142) atau Indah (0811 888 0163) untuk penjelasan yang lebih lengkap. Kami senang untuk membantu anda!

Recording: