Equnix Business Solutions | an Open Source and Open Mind Company Webinar Series| Equnix Business Solutions

Resume Equnix Weekly TechTalk 2021
"Open Source Making A Difference In Business Innovation In This Pandemic"

Equnix Weekly Techtalk 2021 episode 5, minggu ini sangat berbeda dan spesial karena kita bersama-sama menyambut Ulang Tahun Equnix yang ke 14 tahun! Para peserta yang hadir dengan antusias karena bahasan dan pemaparan diskusi yang sangat panas antara para Experts. Topik kali ini dibawakan oleh CEO Equnix, Pak Julyanto Sutandang dan CTO Equnix, Pak Lucky Haryadi dengan tamu special dari para Expert IT Indonesia yang bergerak di Bisnis, Akademis, Professional, Pemerintahaan serta Komunitas dan lainnya yaitu dari Dr.rer. nat. I Made Wiryana, SKom., SSI., MAppSc sebagai Dosen/ Akademisi Universitas Gunadarma dan Peneliti di Universitas Bielefeld Jerman, Dondy Bappedyanto sebagai CEO Biznet Gio Nusantara dan Direktur PT Dinamika Raya Prima (Biznet Data Center), Muhammad Irwin Day sebagai President Director dari PT Nawala Indonesia. Beliau juga merupakan Founder dari PT Internux (ISP). Saat ini beliau menjabat sebagai Sekjen FTII (Federasi Teknologi Informasi Indonesia).

Tema webinar minggu ini adalah “Open Source Making A Difference In Business Innovation In This Pandemic”. Webinar dimulai dari bagaimana penggunaan Open Source pada dunia bisnis, dunia akademis, pemerintahan dan kelebihan serta peran Open Source dalam menghadapi Bisnis Inovasi pada masa Pandemi. Banyaknya pemaparan studi kasus dari pada expert hingga pertanyaan-pertanyaan yang sangat menarik dan berbobot dari para peserta.

Pengguna bebas menggunakan produk Open Source kapan saja, bahkan pengguna dapat mengeksploitasi source code nya untuk dikembangkan. Saat ini sudah banyak perusahaan Banking, Retail dan lainnya yang beralih menggunakan Produk Open Source karena menyadari bahwa Open Source merupakan alternatif solusi di masa pandemi ini guna mengefisienkan Total Cost of Ownership. Selain itu, Open Source membebaskan perusahaan dari Vendor Lock-In, sehingga dapat secara mandiri dan fleksibel untuk mengembangkan nya. Namun, hal tersebut tentunya perlu dukungan Vendor yang memiliki Expertise dan kompetensi yang cukup agar dapat memberikan solusinya dengan baik dan menyeluruh. Dimasa pandemi ini, saya kira semakin banyak institusi yang mengadopsi / menggunakan Open Source, tidak hanya terkait pada TCO, atau efisiensi biaya, tetapi juga karena penggunaan Open Source tidak membutuhkan proses pengadaan yang dalam industri tertentu cukup merepotkan dan memakan waktu.

Webinar kali ini menunjukan animo yang luar biasa dengan waktu yang biasanya berjalan 1 jam namun karena antusiasme serta diskusi yang sangat menarik dari para expert membuat webinar kali ini lebih mundur yaitu menjadi 2 jam lebih dan selesai pada pukul 17:40. Para panelis kami mendapatkan berbagai pertanyaan dari para peserta mulai dari pertimbangan perusahaan menggunakan Open Source yaitu penghematan cost dan bagaimana dalam kebutuhan support Open Source, jaminan keamanan Open Source, bagaimana cara migrasi ke Open Source dan masih banyak lagi dengan jumlah total pertanyaan sebanyak 40 pertanyaan dan seluruhnya dijawab dengan jawaban yang membuka wawasan. Webinar di tutup dengan sesi Giveaway yaitu berupa Quiz. Quiz yang dilontarkan dari para panelist sejumlah 8 pertanyaan dan peserta berlomba-lomba memencet tombol raise hand supaya mendapat kesempatan untuk menjawab.

Selamat kami ucapkan kepada para peserta yang berhasil menjawab Quiz dengan cepat dan tepat yaitu Pak Yong ONG, Pak Deny RIZKY, Pak Reynold TAMBUNAN, Pak Wisnu WIDIARTA, Pak Bagit AIRLANGGA, Pak Happy KUSHENDRAJI, Pak Rendy RINALDY dan Pak Herry PURNAMA. Tidak lupa kami memilih 3 peserta dengan best question yaitu Pak Mohammad LATIF, Pak Paulus Pisa Ardo WIRAWAN dan Pak Nanang HARIJANTO. Seluruh peserta yang mendapatkan giveaway akan mendapatkan hadiah berupa saldo Astrapay dengan nominal Rp. 1,000,000 (belum dipotong pajak). Sehingga total hadiah giveaway dari webinar kali ini adalah Rp. 14,000,000 yang terdiri dari 8 peserta yang berhasil menjawab Quiz, 3 Peserta dengan Best Question dan Partisipasi ketiga panelist.

Webinar kali ini dimeriahkan oleh 3 sponsor kami yaitu AMD, HPE, dan Gigabyte. AMD adalah perusahaan dari US, mereka adalah satu-satunya perusahaan di dunia dengan high-performance compute dan high-performance graphics technology dengan keahlian untuk menggabungkannya ke dalam custom solutions. HPE adalah perusahaan penyedia produk dan layanan tingkat enterprise yang menyediakan server, storage, networking, konsultasi dan support, dengan lebih dari 17.000 ahli dan ratusan partner ecosystem di seluruh dunia. Gigabyte adalah perusahaan Leader pada high-performance servers dan workstations dari Taiwan. Dengan lebih dari 40 server dan motherboard server siap untuk Arsitektur baru untuk Pusat Data modern.

Dibawah ini adalah dokumentasi QnA yang menarik antara Pembicara dan Peserta.

Reynold TAMBUNAN

Q: Apa perbedaan antara Postgres Enterprise dan Postgres Community? apakah Equnix ada plan menuju Postgres Enterprise? Mengapa saya tanyakan seperti ini takutnya banyak perusahaan yang cukup besar lebih mempertimbangkan Postgres Enterprise ketimbang yang community.


A: PostgreSQL sebagai bagian dari Pure Open Source Project, memiliki beberapa varian komersial didunia ini, seperti: Sebagai Produk dengan lisensi komersial: EnterpriseDB, Fujitsu Enterprise Postgres, PostgresPro (Russia), 2ndQuadrant (acquired by EDB), 11DB (Equnix), sebagai layanan Cloud: Google Cloud SQL, Amazon, dan masih banyak lagi.

Perbedaan mendasar secara umum adalah:

  1. Lisensi komersial, bisa berupa Lisensi berlangganan atau Lisensi Perpetual (selamanya), sehingga PostgreSQL yang tadinya adalah public domain menjadi tidak lagi karena dimiliki oleh perusahaan yang menerbitkan lisensi tersebut.
  2. Fitur, umumnya produk berbayar menambahkan fitur-fitur tertentu sebagai nilai tambah, yang mana terkadang tidak terlalu dibutuhkan (umumnya)
  3. Tidak adanya source code yang dapat diakses, sehingga proses bug-fixing menjadi bertele-tele tidak dapat dilaksanakan secara cepat dan mandiri.
  4. Secara kualitas dan kemampuan processing data serta data integritasnya, kami pastikan sama persis tidak ada perbedaan, justru perbedaan terbesar adalah pada kualitas dan expertise dari team yang melakukan deployment dan layanan. Postgres Open Source memang memiliki konfigurasi standar tidak untuk digunakan secara langsung pada sistem produksi Enterprise, sehingga akan membutuhkan expertise dan experience yang cukup agar dapat melakukan deployment pada sistem produksi Enterprise. Di lain pihak, setiap implementasi pada sistem produksi membutuhkan tuning dan konfigurasi tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh setiap orang yang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang cukup, meskipun yang digunakan adalah Postgres versi komersial seperti tersebut diatas. Hampir semua forks (pencabangan/turunan) Postgres, terutama untuk yang komersial secara umum hanya menambah fitur, tidak ada perubahan teknologi yang significant maupun yang definitif.
  5. Equnix sendiri juga memiliki distribusi Postgres dengan lisensi Komersial dengan nama 11DB. Lisensi yang dipergunakan ada 2 (dua) macam, yaitu: (a) bersifat berlangganan dan juga (b) perpetual (selamanya). Adapun brand / produk ini dikeluarkan sebagai pelengkap pilihan, berdasarkan pertimbangan adanya aturan pengadaan yang masih rigid, atau adanya kebutuhan tertentu dari pemilik perusahaan terkait pada sudut pandang dan pemahaman terhadap Open Source itu sendiri.

Yong ONG

Q: Izin bertanya kepada Pak I Made: salah satu pertimbangan perusahaan menggunakan Open Source adalah penghematan cost. Namun apabila di timbang dengan sisi IT, pada umumnya Open Source sangat minim terhadap support, dokumentasi, security & pengembangan jangka panjang. apakah hal ini sebanding antara low cost perusahaan dgn effort tim IT?


A: (I Made Wiryana): Permasalahan kalau di dunia komersial Open Source support dokumentasi dsb, pada saat kita menggunakan software proprietary maka kita sangat bergantung pada software proprietary tersebut . Software yang menyediakan support tersebut di Indonesia tidak sebaik dari luar negri, sehingga kita bergantung pada diri sendiri saja. Apalagi bilamana kita berdomisili di luar pulau seperti Kalimantan sehingga makin sulit.

Beberapa tahun yang lalu ada suatu perusahaan yang menggunakan software proprietary yang menyediakan support, namun setiap kali ada masalah ticketing tetap saja menunggu dari Singapore, proses 3-4 hari lalu apa bedanya. Bila membahas dokumentasi, dokumentasi software proprietary menggunakan bahasa inggris, karena penggunanya tidak bisa baca juga. Open Source ada kemungkinan dokumentasi yang macam-macam dan kita dapat membuat dokumentasi sendiri.

Dan untuk permasalahan jangka panjang, kita tidak dapat menjamin penggunaan software proprietary dapat digunakan dalam jangka panjang atau tidak karena terserah perusahaan proprietary, bilamana perusahaan tidak discontinue product maka user tidak bisa apa-apa.

Jujur saja saya beli software proprietary namun tiba-tiba ada keputusan bisnis yang mengakibatkan kita dapat support lagi karena costnya terlalu banyak, atau anda harus upgrade ke versi baru yang memaksa anda untuk mengganti hardware, maka dari itu tidak ada pilihan lagi.

Bilamana kita menggunakan Open Source semua pilihan itu ada di diri kita, apakah kita mau sustain. Bila kita tidak mampu maka kita dapat membayar orang support, atau membayar orang untuk support source code yang kita miliki.

Kita memiliki pilihan untuk sustain, Sustainability pada Open Source ini ada pada kita bukan sebaliknya. Justru ini adalah kebalikannya kalau di Indonesia TCO adalah kebalikannya ada beberapa perusahaan yang terpaksa mengupgrade hardware dan versinya padahal tidak ada kebutuhan dan hanya karena tidak ada pilihan lain. Investasinya pasti lebih dari 10M, dengan Open Source ini dapat menjadi pilihan kita. Disatu sisi ini akan membantu industry di Indonesia yang dapat menyediakan support” untuk software Open Source yang kepentingan nasional ini akan membangun ekosistem industri IT yang dapat menyediakan support-support untuk software Open Source.

Saya sendiri sering RFI (mewakili sebuah Badan untuk melakukan distribusi dokumen Request for Information yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada Vendor mengenai produk mereka). Namun Jaminannya terbatas, kadang terbatas. Use case tidak dapat diketahui karena case di Indonesia biasanya berbeda dengan yang mereka hadapi.

A: (EQUNIX): Justru dengan penerapan Open Source, membuka peluang bagi perusahaan yang memberikan support untuk dapat memberikan layanan lebih baik, seperti Equnix yang memberikan Enterprise Support untuk menjaminkan solusi Open Source yang diterapkan pada Enterprises berjalan dengan baik dan memberikan Peace of Mind kepada user. User tidak perlu khawatir akan masalah kedepannya yang mungkin terjadi, karena sudah adanya dukungan secara profesional dari pihak yang memiliki expertise. User cukup fokus untuk menjalankan dan mengembangkan bisnis. Selain itu, mengenai pengembangan jangka panjang juga tidak perlu dikhawatirkan, karena dengan terbukanya source code, maka membuka kesempatan bagi banyak pihak ataupun user sendiri untuk mengembangkan solusi tersebut.

Yong ONG

Q: Izin bertanya kepada Pak Muhammad Irwin Day: Pak, untuk roadmap dari OS Linux apakah terdapat pengembangan dari segi AD/DC, group policy dan compliance user? karena saat ini fitur2 tersebut masih dikuasai oleh OS sebelah


A: (Irwin Day) Sudah sangat umum kita gunakan bilamana kita membuat sistem berbasiskan Linux kita menggunakan LDAP, bahkan sebenarnya kalau kita mau hack lebih jauh kemampuannya diatas AD, namun masalahnya integrasi pada aplikasi di desktop. Pengalaman saya memang AD di OS Sebelah dia sangat integrate dengan aplikasi di desktopnya jadi memang untuk kebutuhan perkantoran waktu itu sangat membantu untuk scheduling emailing meeting, dsb. Itu bisa kita lakukan di Open Source syaratnya hanya orangnya mau nge hack, memang tidak ada yang sudah jadi, namun yang integrate seperti itu tidak ada.

A: (I Made Wiryana) Single sign on, linux fleksibel Kita mau seperti apa Linux itu ada tinggal bagaimana kita mau integrasikan, entah kita mau akses control list atau kita mau pakai row RS DAP? Itu tergantung kita mengkomunikasikan dan banyak software-software pendukungnya. Bisa saja saat ini kita memiliki suatu login yang jadi satu seperti AD dan kita dapat menentukan role setiap aplikasi berbeda. Jadi bukan hanya orang log in tapi ketika log in pada aplikasi tertentu otorisasinya pada role tertentu bisa. Kita bisa buat solusi seperti AD tapi justru dengan fleksibilitas dan skalabilitas yang lebih besar, tentu saja harus mau oprek dan menyatukan dari serpihan-serpihan tersebut. Investasi terbesar ketika kita ingin menerapkan Open Source adalah justru di orangnya. Apakah orangnya mampu mengintegrasikan komponen-komponen tersebut.

A: (Equnix) Untuk solusi AD sendiri sudah diperkenalkan sejak beberapa tahun terakhir secara Open Source, yaitu OpenLDAP yang sudah dikembangkan semenjak 1998, sehingga bukan hal baru lagi. OpenLDAP pun comply dengan fitur-fitur yang disebutkan.

Rendy RINALDY

Q: Apakah tantangan terbesar dalam implementasi open source?


A: Pada dasarnya karena software yang bersifat Open Source dikembangkan secara voluntary oleh yang membuatnya, maka sebetulnya tidak ada jaminan yang bisa dijadikan tolak ukur. Namun juga karena dilakukan secara voluntary, para pengembang tersebut dapat dibilang memiliki passion yang baik dan hal ini yang membuat kualitas software Open Source cenderung lebih baik.

Tetapi penggunaan Open Source ini untuk Enterprises tentunya memiliki resiko yang tinggi jika tidak di-maintain dengan baik oleh pihak yang memiliki expertise. Oleh karena itu, jaminan keamanan penggunaan harus dipastikan dari peran vendor penyedia layanan yang professional dan memiliki kompetensi yang baik dan dapat memberikan jaminan keamanan.

Perlu diingat, keamanan dalam sistem IT itu tidak didapatkan dari software itu sendiri, melainkan merupakan pekerjaan yang terus menerus dilaksanakan sejak awal. Semenjak sistem dirancang, dikembangkan (coding), implementasi, di konfigurasi, dipergunakan, beserta aturan tata laksana operasionalnya. Keamanan adalah sistem tersendiri yang dilakukan evaluasi secara terus menerus dan perbaikan yang berkesinambungan, bukan sebuah pekerjaan yang sesekali dilakukan.

Tedy HANDOKO

Q: Izin bertanya Bagaimana Solusi yang akan disediakan dari Equnix untuk kedepannya dalam mengantisipasi kejahatan cyber security / pencurian data untuk perusahaan yang berorientasi ke public service?


A: Menghadapi kejahatan berbasiskan pada sistem informasi dan Internet yang marak disebut sebagai kejahatan Siber, kita perlu memahami 2 hal utama: Sumber Daya Manusia, dan Tatalaksana Operasi yang teruji. Keamanan sistem secara umum dapat kita bagi menjadi 2 hal, yaitu: keamanan akses dan keamanan data, teknologi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan keamanan tersebut sudah ada dan sudah terbukti berjalan dengan baik dan mumpuni.

Dengan melaksanakan implementasi teknologi yang tepat, implementasi yang dilaksanakan dengan baik, pengamanan sistem masih belum cukup bilamana kedua faktor diatas tidak diperhatikan dengan baik dan menyeluruh. Sebuah sistem, tidak akan dapat bekerja dengan baik bilamana faktor Brainware (human) tidak dapat melaksanakan pekerjaannya dengan sesuai, terlebih tidak adanya prosedur operasi yang teruji dan terlaksana dengan penuh kepatuhan.

SDM harus memiliki kecakapan yang sesuai, role and responsibility yang sesuai, eskalasi prosedur yang lengkap. Sementara Tatalaksana Operasi pun dirancang dengan baik oleh pihak yang berkompeten, dilaksanakan secara menyeluruh dan sudah teruji dengan baik oleh pihak penguji yang kompeten. Tidak ada sistem yang mampu menghilangkan semua potensi resiko keamanan, tetapi dengan pelaksanaan Tatalaksana Operasi yang tepat, dan disertai dengan mitigasi yang sesuai, maka sebuah sistem akan dapat bekerja dengan baik dan memiliki resiko keamanan yang sangat kecil.

Denny RIZKY

Q: Izin Bertanya pak, bagaimana cara terbaik untuk mengedukasi serta mendorong untuk SDM kita supaya gemar menggunakan software berbasis Open Source, karena kita tahu banyak sekali potensi-potensi yang bisa digali dan dipelajari dari open source? dibanding hanya menggunakan software2 license yg telah beredar. Boleh dijelaskan Pak. Thanks


A: Salah satu hal yang Equnix lakukan adalah menyelenggarakan Guest Lecture: Open Source Technopreneurship, dimana kami juga melakukan edukasi ke kalangan akademisi, baik mahasiswa maupun pengajar. Hal yang kami bagikan adalah bahwa bagaimana Open Source ini bisa diterapkan dalam business dan seperti apa prakteknya. Salah satu faktor yang mempengaruhi semangat SDM kita adalah bagaimana nantinya Open Source dapat mendukung karir mereka, serta juga bagaimana cara menerapkannya. Sehingga inilah yang menjadi pendorong untuk SDM kita, dan hal ini harus ditanamkan sejak dini. Dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan akan manfaat penggunaan Open Source, diharapkan dapat menjadi pemicu para mahasiswa untuk lebih semangat belajar Open Source. Selain edukasi, kami juga mengusulkan adanya joined research dengan kalangan akademisi, untuk memberikan exposure yang baik sebagai feedback dari sisi bisnis. Hal ini akan mempercepat perkembangan Open Source, karena dapat mendorong kesesuaian antara business demand dan technology supply.

Tantangan yang cukup besar lainnya adalah bagaimana kita bisa mengurangi atau menyingkirkan mental inferior. Hal ini bisa ditanggulangi dengan pembekalan mengenai development dan logical thinking sedari awal, sehingga SDM kita pun memiliki ketertarikan serta kemampuan yang baik dalam menciptakan software secara mandiri dan juga meningkatkan daya saing.

Nanang HARIJANTO

Q: Izin bertanya, Dapatkah Open Source Software digunakan untuk tujuan komersial? Dapatkah saya membatasi cara orang menggunakan program berlisensi Open Source?


A: Tentu saja, Equnix sudah melakukannya sejak tahun 2007, dan bahkan jauh sebelum tahun tersebut, Founder Equnix sudah melakukannya semenjak Open Source pertama kali ada. Tidak ada masalah dan tidak ada yang salah dengan penggunaan Product Open Source dalam konteks komersial dan bisnis, tidak ada pelanggaran apapun.

Penggunaan Produk dari Open Source untuk tujuan komersial harus memperhatikan pernyataan Hak Cipta dan Lisensi yang disertakan dalam distribusi produk tersebut. Setiap perangkat lunak Open Source disebut atau tergolong Open Source karena salah satunya memiliki lisensi yang disebut lisensi yang patuh (compliance) dengan konteks / statement Open Source (opensource.org), kadang juga dapat disebut sebagai non commercial License, atau disingkat copyleft (copyleft is a copyright which covered by Open Source friendly License)

Open Source pada dasarnya adalah sebuah gerakan, komunitas, produk dan lisensi. Open Source bukan sebuah gabungan kata Open dan Source saja, melainkan sebuah istilah (term) yang memiliki arti dan nuansa khusus, lebih lanjut silahkan pelajari opensource.org.

Kita tidak bisa membatasi cara orang menggunakan program berlisensi Open Source.

Nanang HARIJANTO

Q: Apakah yg dimaksud "permissive" Open Source license?


A: Lisensi adalah pernyataan hukum, sebuah pernyataan yang memiliki aspek legal dan tentu saja komersial / bisnis. Umumnya lisensi digunakan untuk membatasi akses seseorang/badan untuk menggunakan sebuah object (bisa berupa barang atau software). Dengan demikian, pihak pemilik barang tersebut mendapatkan keuntungan komersial dari penggunaan lisensi (pembelian lisensi) tersebut. Sementara lisensi Open Source memiliki tujuan yang jauh berbeda dengan umumnya lisensi, dalam hal ini kita sebut sebagai Non-Commercial License (karena umumnya Lisensi bersifat komersial), Dimana lisensi Open Source tidak melarang penggunaan dan tidak memperjual-belikan lisensi dengan penggunaan. Dengan kata lain, salah satu sifat dari lisensi Open Source adalah melindungi siapapun untuk menggunakan software / barang tersebut tanpa ada sanksi, tanpa adanya pelanggaran hukum. Sifatnya yang memperbolehkan siapapun menggunakan software tersebut itu lah yang kita sebut sebagai permissive license. Terlebih, selain memperbolehkan penggunaan, juga memperbolehkan modifikasi termasuk melakukan forking ulang untuk kepentingan pribadi. Silakan pelajari lebih lanjut mengenai Lisensi-lisensi yang digunakan dalam dunia Open Source, bisa dimulai dari website: opensource.org.

Reynaldi

Q: Open Source ini apakah didukung oleh vendor atau mengandalkan komunitas?


A: Penggunaan Open Source pada Enterprise tentu saja harus ada dukungan dari Vendor, sementara penggunaan Open Source untuk SMB/SOHO dapat dilaksanakan dengan minimal support, misalkan dengan menggunakan kemampuan support dari team yang sudah ada. Dalam konteks bahasan kita, selalu dalam koridor penggunaan Open Source didunia bisnis, khususnya Enterprise.

Vendor yang memiliki expertise dan kompetensi terbukti yang cocok menjadi partner Enterprise dalam implementasi software berbasiskan Open Source agar proses implementasinya dapat akurat, lancar dan tepat guna. Selain itu, Vendor memiliki tugas penting, yaitu memberikan garansi atau jaminan terhadap implementasinya dan operasionalnya. Komunitas tidak memiliki liability dalam menjamin software yang diimplementasi. Penggunaan Open Source pada Enterprise hanya dengan mengandalkan komunitas tanpa memiliki expertise yang mumpuni merupakan resiko bisnis yang tinggi, dan tidak compliance dengan GCG (Good Corporate Governance)

Mohammad LATIF

Q: Bagaimana cara membangun arsitektur PostgreSQL dari perusahaan yang belum pernah menggunakan PostgreSQL sebelumnya? dan bagaimana metode migrasi yang paling tepat dari database platform lain ke PostgreSQL termasuk dari sisi High Availability yang dibutuhkan untuk kebutuhan sistem yang stabil?


A: PostgreSQL adalah RDBMS, sehingga arsitektur sistem yang menggunakan PostgreSQL tidak akan jauh berbeda dengan RDBMS lainnya seperti Oracle atau Sybase. Migrasi dapat dilakukan dengan beberapa cara dan tools, Equnix memiliki tools yang sesuai dengan kebutuhan. Sebelum dapat dilaksanakan migrasi dan pemilihan strategi migrasi maupun toolsnya maka perlu dilakukan asesmen terlebih dahulu dan setelah itu baru kita dapat menentukan strategi yang sesuai dengan kebutuhan seperti apa dan seperti apa rundown yang akan dilaksanakan. Jadi pertanyaan paling tepat disini sangat susah dijawab terlebih tidak adanya data pendukung yang sesuai.

Silakan hubungi marketing kami untuk diskusi lebih lanjut dan mendalam.

Bagit AIRLANGGA

Q: Beberapa database kami menggunakan Oracle sekarang dan kami mulai berencana migrasi ke Postgre, apa yang harus dipersiapkan? step by step-nya.


A: Kami sudah memiliki dokumen panduan untuk calon client kami, dan sudah pernah ada seminar terkait hal ini, bilamana diinginkan bisa kontak team Marketing kami untuk penjelasan lebih lanjut.

Bagit AIRLANGGA

Q: Pertanyaan lanjutan sebelumnya, menurut pengalaman, kendala apa yang sering terjadi dan berpotensi terjadi apabila akan migrasi dari oracle ke postgres?


A: Tidak ada potensi stopper yang berarti (significant) dalam konteks database server Oracle vs PostgreSQL, namun apabila aplikasi yang digunakan mengimplementasikan Oracle Form, maka Form tersebut harus juga dipindahkan dan sayangnya saat ini harus dilaksanakan secara manual. Bilamana memungkinkan, semoga kita dapat melaksanakan webinar dengan topik ini.

Budi HERTANTO

Q: Tanya kepada pak Made, Open Source itu sangat didukung oleh komunitas, tetapi begitu komunitas tidak mensupport, maka kita juga akan kesulitan, bukankah ini sama dengan software proprietary? Ada beberapa Open Source yang nasibnya seperti itu, misalnya aDempiere, ditinggalkan dan muncul iDempiere. Bagaimana caranya kita memilih Open Source yang everlasting?


A: (I Made Wiryana) Open Source intinya memberikan kemerdekaan kepada kita untuk menentukan nasib kita. Kalau memang kita ingin mendapatkan jaminan yang terjamin, maka lakukan investasi di jaminan tersebut, misal dengan memiliki SDM yang paham luar dalam tentang aplikasi Open Source tersebut. Bagaimana memastikan software kita lebih terjamin, caranya dengan memeriksa lisensi yang digunakan. Kemungkinan mana yang paling berisiko kecil.

A: (Equnix) Penggunaan software Open Source untuk Enterprise memang tidak bisa digunakan secara mandiri, harus menggunakan Vendor yang expert dan mumpuni dalam memberikan delivery layanan terbaiknya. Jadi penggunaan software Open Source untuk Enterprise tidak bisa mengandalkan Komunitas, hal ini sangat berbahaya dan tentu saja melanggar GCG (Good Corporate Governance)

Paulus Pisa Ardo WIRAWAN

Q: Kendala yang saya hadapi bila menggunakan Open Source adalah konsistensi Open Source itu sendiri dan support jangka panjangnya, contohnya ada beberapa repository yang mengalami sunset, atau kadang ada product open source yang dibeli oleh perusahaan besar. Hal ini membuat effort IT sangat besar dampak dari perubahan-perubahan yang ada. Bagaimana solusi terkait hal ini?


A: Maka dari itu, Enterprise tidak dapat menggunakan Open Source secara langsung, harus menggunakan Vendor yang memiliki Expertise dan kompetensi yang cukup agar dapat mendeliverykan solusinya dengan baik dan menyeluruh.

Bukan ide yang baik, sebuah Enterprise menggunakan Open Source secara mandiri, hal ini tentu saja melanggar GCG (Good Corporate Governance).

Jadi jawaban dari pertanyaan diatas adalah menggunakan Vendor yang memberikan layanan terbaiknya dan menuntut Vendor tersebut atas semua resiko yang ditimbulkan dari Open Source itu sendiri. Dan tugas utama Vendor adalah memastikan software Open Source tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan riset dan pengembangan yang dilakukan.

Zenfrison BUTARBUTAR

Q: Pak Made, bagaimanakah e-office dan digital signature dapat diimplementasikan secara menyeluruh di Government dan Perusahaan perusahaan? Apa langkah langkah yang dapat diambil untuk menuju full paperless system tersebut?


A: Untuk mencapai hal itu ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan

  1. Kebijakan secara lengkap (UU, dan turunannya serta petunjuk teknis)
  2. Teknologi (aplikasi-aplikasi yang mendukung)
  3. Kelembagaan (saat ini untuk pemerintah masih ada 2 penyedia sertifikat digital yang dapat

digunakan iOtentik dari BPPT dan eSign dari BSRE. Tetapi portabilitas belum dapat terlaksana. Jadi implementasi secara menyeluruh baik dari sisi teknologi, kelembagaan dan keorganisasian perlu dilakukan. Termasuk perubahan peraturan yang saat ini masih banyak mewajibkan dengan tanda tangan basah. Tentu saja untuk menerapkan itu semua ketersediaan SDM yang memadai menjadi syarat utama.

Nanang HARIJANTO

Q: Di mana saya dapat mendiskusikan masalah Open Source license?


A: Secara spesifik bisa menghubungi masing-masing komunitas dari produk Open Source yang dimaksud, namun mesti dipahami dengan baik, bahwa tidak semua software yang menyatakan dirinya Open Source adalah benar-benar Open Source. Ada juga software yang sebetulnya dikembangkan oleh satu institusi (tunggal) namun didistribusikan sebagai “Open Source”, meski juga memiliki lisensi yang Open Source, namun pada dasarnya arah pengembangannya dikendalikan oleh satu pihak saja. Lebih lanjut untuk mempelajari Open Source bisa ikuti kuliah tamu Equnix yang mungkin bisa disaksikan secara offline (youtube) dan juga membaca referensi dari opensource.org

Bilamana ingin membahas terkait lisensi open source secara interaktif bisa join ke group IDPUG (https://chat.whatsapp.com/I4O1rZj0N1tBVhw3tGbUrG) disana kita bisa berdiskusi secara interaktif.

Nanang HARIJANTO

Q: Apakah lisensi Open Source mengizinkan atau mengharuskan saya untuk menggunakan trademarks?


A: Ada ratusan lisensi Open Source, lisensi yang mana yang dimaksud? Silakan cek daftarnya di opensource.org

Nanang HARIJANTO

Q: Apakah ada proses persetujuan untuk membantu pengembang memperkenalkan Open Source software (OSS) baru ke dalam organisasi kita?


A: Bilamana yang dimaksud adalah persetujuan dari komunitas Open Source tertentu, secara umum sepertinya tidak ada. Sekali lagi, ada ratusan komunitas, dengan ratusan policy dan aturannya masing-masing, silakan cek kedalam websitenya komunitas yang dimaksud.

Aditanov LAGUSTO

Q: Bagaimana dukungan pemerintah untuk ekosistem Open Source? yang dilain pihak Open Source sangat membantu ekosistem digital di indonesia


A: Pada dasarnya Ekosistem Open Source belum didukung secara resmi oleh pemerintah. Hal ini juga dapat dilihat bahwa belum banyaknya/adanya exposure yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penggunaan Open Source. Inilah yang menjadi faktor juga, bahwa Open Source di Indonesia masih digerakkan oleh komunitas maupun perusahaan swasta, sehingga edukasi terhadap masyarakat khususnya Enterprises, masih mengalami banyak tantangan. Berbeda dengan situasi di negara seperti Jepang, Amerika, Rusia, dimana pemerintah memiliki dukungan yang baik terhadap perkembangan Open Source, terutama di dunia bisnis.

Benar sekali bahwa Open Source adalah agen perubahan dunia, Revolusi Industri keempat dimotori oleh Open Source, kemandirian bangsa dalam teknologi informasi pun dapat dicapai dengan menggunakan Open Source, namun sayangnya Open Source kurang mendapatkan yang baik dari pemerintah.

Herry PURNAMA

Q: Untuk para panelis, kira-kira apa sebabnya Open Source ini tidak diperkenalkan di sekolah-sekolah di Indonesia sejak dini, yang secara hitungan cost sangat low dan secara demand profesi ke depan nya juga sangat tinggi


A: (Dondy Bappedyanto) Kenapa anak-anak SD dan SMP diajari microsoft word kenapa tidak ada yang lain, sebenarnya ini ada lobby dari perusahaan lain. Dan kritik saya saja, saya dulu sekolah belajarnya tidak tahu pakai word tapi pakai coding dari basic.
Jaman saya SMA, saya belajar coding. Kenapa anak-anak jaman sekarang belajarnya practical bukan yang fundamental.
Jaman SMA saya dulu ekstrakulikulernya bagaimana cara membuat dari basic yaitu coding bukan cara membuat dokumen. Bukan tergantung sekolahnya namun tergantung yang membuat kurikulum, jadi kalau disambungkan dengan pernyataan yang tadi apakah SDM Indonesia bisa bersaing, saya agak pesimis karena bila dari zaman SD kita diajarinnya hanya cara pakai Word, Powerpoint memang lebih practical namun bila kita ingin memiliki SDM IT maka basic coding juga harus diajarkan. Jadi kenapa tidak diajarkan Open Source dari awal, ini pasti ada lobby-lobby dari perusahaan proprietary.

A: (I Made Wiryana) Kita melihat sisi pragmatisnya, kita lihat orang diluar menggunakan aplikasi A maka kita akan pelajari. Namun kita lupa, software yang kita gunakan untuk belajar itu tidak sama dengan software yang kita pakai kerja. Semua pembuat (software) Microsoft tadinya waktu kuliah pakai Linux, Bill Gates pun pakai Linux namun kita lupa karena software Microsoft dan Mac pakai yang populer, maka dari itu adalah penyakit orang yang lupa sejarah. Kita tidak melihat sejarahnya dulu.
Terkait dengan Open Source kita punya penyakit inferior syndrome, ada pernyataan kalau saya pakai Open Source, maka dari itu siapa yang support? Apakah ada perusahaan lokal yang dapat support? Ini adalah penyakit inferior syndrome. Penyakit ini yang membuat kita merasa tidak mampu masih sangat dominan yang masih sering kita temui di kalangan pembuat kebijakan pendidikan. Maka dari itu ini yang membuat masyarakat tidak yakin apakah kita dapat berdiri sendiri sehingga tidak dimasukkan kedalam dunia pendidikan karena banyaknya penentu kebijakan pendidikan yang bersifat pragmatis.

A: (Irwin Day) Ini soal bagaimana kita menggunakan software proprietary di sekolah. Saat ini ada penjajahan baru, pada zaman pandemi ini semuanya pakai google page. Instead of kita membangun web yang berisi materi-materi kita, maka dari itu kita menggunakan google page yang lebih mudah. Bilamana google page bermasalah ya sudah anak-anak tidak belajar. Saya takutnya ini menjadi ketergantungan, dulu ketergantungan pada microsoft sekarang ini ketergantungan kepada google.

A: (Equnix) Memang sebaiknya diperkenalkan sejak dini. Generasi muda yang mempelajari Open Source sejak dini akan mendukung perkembangan mental yang baik, memiliki semangat berbagi sesuai dengan semangat dari Open Source itu sendiri.

Nanang HARIJANTO

Q: Apakah organisasi kami memiliki daftar lisensi OSS yang telah disetujui sebelumnya, sehingga developers tahu OSS mana yang dapat mereka gunakan dalam proprietary software?


A: Daftar lisensi OSS yang “patuh” dengan terminologi Open Source dapat dilihat pada website opensource.org. Boleh atau tidak nya penggunaan software Open Source dalam development internal sebuah institusi bukan urusan atau kepentingan dari komunitas Open Source itu sendiri. Penggunaan produk Open Source beserta implikasi hukumnya adalah menjadi tanggungjawab legal dari pengguna yang bersangkutan.

Nanang HARIJANTO

Q: Bisakah kita dengan mudah mengaudit dependensi, lisensi, dan informasi penting lainnya untuk proyek Open Source yang akan digunakan organisasi kita?


A: Silakan pelajari pernyataan Hak Cipta dan Lisensi yang digunakan dalam masing-masing produk Open Source agar terhindar dari aspek hukum. Setiap produk Open Source memiliki pernyataan hak cipta dan lisensinya sendiri-sendiri, secara umum digolongkan menjadi beberapa kategori, silakan pelajari lebih lanjut terkait hal ini di opensource.org

Rendy RINALDY

Q: Untuk jaminan keamanan sendiri di Open Source bagaimana ya? mohon pencerahannya


A: Pada dasarnya karena software yang bersifat Open Source dikembangkan secara voluntary oleh yang membuatnya, maka sebetulnya tidak ada jaminan yang bisa dijadikan tolak ukur. Namun juga karena dilakukan secara voluntary, para pengembang tersebut dapat dibilang memiliki passion yang baik dan hal ini yang membuat kualitas software Open Source cenderung lebih baik.

Tetapi penggunaan Open Source ini untuk Enterprises tentunya memiliki resiko yang tinggi jika tidak di-maintain dengan baik oleh pihak yang memiliki expertise. Oleh karena itu, jaminan keamanan penggunaan harus dipastikan dari peran vendor penyedia layanan yang professional dan memiliki kompetensi yang baik dan dapat memberikan jaminan keamanan.

Perlu diingat, keamanan dalam sistem IT itu tidak didapatkan dari software itu sendiri, melainkan merupakan pekerjaan yang terus menerus dilaksanakan sejak awal. Semenjak sistem dirancang, dikembangkan (coding), implementasi, di konfigurasi, dipergunakan, beserta aturan tata laksana operasionalnya. Keamanan adalah sistem tersendiri yang dilakukan evaluasi secara terus menerus dan perbaikan yang berkesinambungan, bukan sebuah pekerjaan yang sesekali dilakukan.

Budi HERTANTO

Q: Terkait dengan proyek open source, apakah Indonesia memiliki roadmap misalnya OS nasional, database nasional yang akan kita adopsi, sehingga semua resources yang kita miliki dapat bersama-sama mengembangkan untuk kebaikan bersama dan bisa lebih independen? Roadmap seperti itu sangat diperlukan karena seperti pemaparan narasumber bahwa proses membangun sumberdaya manusia akan memakan waktu yang cukup lama, kalau tidak ada roadmap maka masing-masing akan berusaha mengembangkan menurut selera dan kepentingan masing-masing.


A: Sebuah harapan yang ideal, namun sayangnya sampai dengan saat ini kita belum pernah mendengar ataupun mendapatkan informasi yang mendukung hal tersebut. Secara umum sudah ada usaha-usaha kearah sana dari personal maupun instansi swasta, namun belum ada inisiatif yang nyata dari pemerintah akan hal ini.

Pemerintah tidak perlu memiliki roadmap pengembangan Open Source, tetapi dalam setiap roadmap implementasi teknologi, Pemerintah harus melirik untuk menggunakan, mendayagunakan, mengeksploitasi, dan mungkin juga turut mengembangkan, meriset teknologi yang berbasiskan Open Source atau terkait dengan Open Source.

Peningkatan kualitas sumberdaya Manusia dengan eksposur terhadap Open Source dari sisi penggunaan, pengembangan maupun riset akan memberikan dampak yang sangat besar terutama untuk kemajuan bangsa kita.

Zulhusni SIREGAR

Q: Apakah Digital Transformasi dan pandemi saat ini membuat Open Source lebih naik daun dan apakah Open Source akan long lasting ?


A: Benar, karena bersifat Open Source maka pengguna bebas menggunakan kapan saja, bahkan pengguna dapat mengeksploitasi source code nya untuk dikembangkan. Saat ini sudah banyak perusahaan Banking, Retail dan lainnya yang beralih menggunakan Produk Open Source karena menyadari bahwa Open Source merupakan alternatif solusi di masa pandemi ini guna mengefisienkan Total Cost of Ownership.

Selain itu, Open Source membebaskan perusahaan dari Vendor Lock-In, sehingga dapat secara mandiri dan fleksibel untuk mengembangkan nya. Namun, hal tersebut tentunya perlu dukungan Vendor yang memiliki Expertise dan kompetensi yang cukup agar dapat memberikan solusinya dengan baik dan menyeluruh.

Dimasa pandemi ini, saya kira semakin banyak institusi yang mengadopsi / menggunakan Open Source, tidak hanya terkait pada TCO, atau efisiensi biaya, tetapi juga karena penggunaan Open Source tidak membutuhkan proses pengadaan yang dalam industri tertentu cukup merepotkan dan memakan waktu.

Open Source dibuat oleh komunitas, untuk kemanusiaan, selama masih ada yang mempergunakan, maka Open Source akan tetap ada.

Hendra BOEN

Q: Bagaimana cara me-manage kondisi dimana source code tersebut, yang dalam perjalanannya, telah di ubah untuk pemenuhan kebutuhan bisnis, dan akhirnya menjadi 'heavily modified' Sehingga berpotensi meningkatkan resiko yang mungkin timbul? Terima kasih.


A: Bilamana yang dimaksud adalah source code Open Source, tentu saja setiap proyek Open Source memiliki gaya penulisan source code, cara memaintain source code maupun policy yang diterapkan oleh komunitasnya dalam mengembangkan source code tersebut, bilamana source code yang dimaksud terkait pada aplikasi bisnis (secara umumnya aplikasi Open Source adalah bersifat infrastruktur, bukan bisnis) maka memang akan menjadi merepotkan dan kompleks bilamana sudah ada tambal sulam disana-sini (kata lain dari Heavily Modified). Bagaimana solusinya? Solusinya yang paling mungkin adalah melakukan re-fork dan memaintain sendiri secara terpisah dari komunitas.

Sekedar informasi, umumnya proyek Open Source yang benar-benar berasal dari komunitas umum, bukan dimotori oleh sebuah institusi, akan mencegah terjadinya “heavily modified” atau pengembangan software yang tidak berarah, atau mengarahkan source code tersebut menjadi bloated. Sementara proyek Open Source yang tidak benar-benar berasal dari komunitas umum atau komunitas tertutup seperti Odoo, maka cenderung akan di drive dari satu entitas sehingga “netralitas” mungkin tidak dapat dipertahankan secara ketat. Selain itu juga software yang sering dilakukan atau membutuhkan banyak modifikasi, biasanya adalah aplikasi yang dipergunakan untuk bisnis, sehingga tidak dibatasi secara kostumisasinya.

Wisnu WIDIARTA

Q: Kalau untuk perbankan, bagaimana tantangan untuk menggunakan Open Source terkait dengan aturan regulatory?


A: Dalam konteks industri finansial, terutama pada sektor Perbankan, terdapat aturan-aturan yang cukup ketat untuk menjamin terlaksananya sistem operasional yang utuh, aman dan memiliki integritas yang baik. Perbankan memiliki OJK sebagai pengawas dan pengatur kegiatan bisnisnya.

Secara umum aturan tersebut terkait pada pelaksanaan operasional sistem termasuk didalamnya adalah implementasi standar keamanan tertentu (PCI/DSS, NSI/CSS, ISO27001, etc). Namun, aturan yang dikeluarkan tersebut bukan berarti sudah lengkap, untuk kepastian keamanan data dan akses, tidak bisa tidak harus membuka diri terhadap audit professional yang kompeten.

Dalam kaitannya dengan implementasi produk Open Source, aturan tersebut mensyaratkan adanya dukungan principal (atau setara dengan principal) agar pelaksanaan operasional sistem dapat terjamin dan terjaga sampai dengan pemenuhan perbaikan di level bug fixing dan performance patch. Tentu saja dukungan di level principal saja tidak cukup, harus juga ada dukungan yang melingkupi di level 2 dan 1, yaitu level expert / consultant dan juga di level technical support.

Hanya dengan memiliki vendor yang memiliki level expertise dan kompetensi yang mumpuni, maka implementasi Open Source dapat dilaksanakan dengan baik bahkan lebih baik dan menyeluruh daripada software propietary. Beberapa layanan yang berbasiskan implementasi Open Source software terbukti terlaksana lebih baik dari software propietary karena dapat dikuasai lebih menyeluruh oleh tim support dan implementasinya. Produk Open Source akan jauh lebih baik dan lengkap bilamana juga didukung dengan ekosistemnya, seperti ketersediaan sdm yang mumpuni, sertifikasi professional, dan pelatihan yang mumpuni.

Reynaldi

Q: Pros and Cons nya apa bila kita adopt open source?


A: Pros:

  1. Menghindari dari vendor lock in karena sistem karena tidak tergantung pada suatu perusahaan yang mendeliver software tersebut.
  2. Mendapatkan full control pada suatu sistem tersebut karena kita memiliki akses terhadap source code nya. Sehingga fungsionalitas dari aplikasi tersebut dapat secara pasti dan jelas dikuasai.
  3. Mendapatkan fitur/performance yang menyaingi atau melebihi proprietary software jika didukung dengan kemampuan tuning yang baik.
  4. Efisiensi cost, karena investasi difokuskan kepada OPEX, khususnya untuk operational support.
  5. Fleksibilitas dalam melakukan integrasi atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan

Cons:
  1. Perlu karyawan yang paham pada software open source tersebut, atau
  2. Bekerja sama dengan perusahaan yang berpengalaman dalam mendeliver software open source tersebut sehingga dapat memberikan support yang dibutuhkan.
  3. Jika menggunakan yang tidak Pure Open Source, ada beberapa fitur yang bersifat proprietary sehingga perlu adanya tambahan cost.
  4. Diperlukan research effort untuk dapat memahami source code serta melakukan tuning demi mencapai kinerja yang diharapkan
  5. Semua resiko yang terjadi ditanggung oleh user, kecuali menggunakan vendor yang memang memiliki expertise.

Yong ONG

Q: Izin bertanya: Kepada Pak Dondy, beberapa tahun belakangan ini banyak perkembangan perusahaan manage service baik menggunakan Open Source atau tidak. menurut bapak mana yang lebih menguntungkan menggunakan Open Source manage sendiri atau semua diserahkan kepada manage service? Sehingga perusahaan benar-benar fokus kepada bisnisnya


A (Dondy B): Lebih jauh menguntungkan menggunakan managed services terutama untuk penggunaan produk dari Open Source, sebab benefit yang didapat sangat berlipat ganda:

  1. Tidak perlu membeli lisensi,
  2. Tidak perlu repot maintain SDM,
  3. Tidak perlu training (Open Source skill training is quite rare),
  4. Risiko operasional tidak ada (dipindahkan ke MS provider),
  5. Risiko bisnis dapat dialihkan (Claim penalty to Vendor), dan masih banyak lagi.

Budi HERTANTO

Q: Semisal, teknologi bisa dibuka dengan membuat semacam perjanjian/agreement lebih dahulu, siapa nanti yang membuat perjanjiannya?


A: Open Source tidak hanya sebuah software atau produk, lebih dalam lagi adalah gerakan yang membebaskan dan memerdekakan kita agar dapat menggunakan software (tertentu) secara bebas dan tidak ada kuncian, sehingga penggunaan agreement itu sendiri nampaknya bertentangan dengan semangat awal dari Open Source. Saya kira selain memang tidak ada badan yang berwenang (untuk sign contract) juga tidak sesuai dengan semangat awal Open Source itu sendiri. Jawaban singkatnya: tidak tahu atau tidak relevan.

Budi HERTANTO

Q: Tanya pak Julyanto, untuk Postgre, Bagaimana kita bisa memastikan bahwa bisa jalan di versi dan teknologi baru, misalnya teknologi di processor, memory dsb kalau-kalau teknologi tsb ditutup oleh produsennya (sifatnya proprietary)?


A: Secara umum, pabrikan perangkat keras tidak mendukung pengembangan software Open Source, setidaknya dimasa lalu, sehingga umumnya driver yang disediakan dalam OS Linux berasal dari kegiatan reverse engineering, dari situasi ini sudah jelas, tidak ada dukungan pun selama ini Open Source tetap saja berjalan dengan baik.

Belum pernah ada cerita, pabrikan perangkat keras menutup teknologinya dan hanya memberikan kepada satu pengembang, kecuali memang ada kerjasama yang tertentu. Adanya perjanjian / kerjasama tersebut menjadikan usaha menggunakan perangkat keras di luar peruntukannya akan menjadi permasalahan hukum, sehingga umumnya tidak akan didukung oleh komunitas Open Source.

Jadi kekhawatiran kalau-kalau nantinya ada software Open Source tidak dapat berjalan (karena dianaktirikan) oleh pabrikan hardware, tidak memiliki dasar alasan. Justru pabrikan perangkat keras saat ini berlomba agar dapat menjalankan software Open Source seperti Linux dan Postgres, karena mereka tahu, hal tersebut akan menjadi keuntungan yang sangat besar untuk mereka. (dengan tidak adanya beban lisensi software, maka barrier to entry dari produk mereka akan menjadi sangat rendah, meningkatkan potensi pembelian)

Denny RIZKY

Q: Menurut pak Irwin, apakah kedepannya SDM dari negara kita bisa mendapatkan peluang bersaing dengan negara lain khususnya untuk pemanfaatan software open source?


A (Irwin Day): Ini sebenarnya otomatis, karena kemampuan kita dalam Open Source otomatis kita harus setara dengan yang membuat, paling tidak untuk kita membaca dan mengerti paling tidak kita harus sama levelnya dengan yang membuat. Kita dilatih secara otomatis kepada keahlian yang sama, dan bila sudah sama maka kita peluang untuk bersaing menjadi muncul. Kita tidak perlu ragu lagi kemampuan kalau kita sudah sama pasti kita bisa bersaing.

A (Equnix): Sudah tentu, sebab Open Source umumnya bersifat global, jadi apa yang dipergunakan di suatu negara, juga akan dipergunakan di negara lainnya. Tidak usah jauh-jauh, Equnix Business Solution memiliki banyak client dari mancanegara hanya karena melayani Enterprise dengan solusi yang berbasiskan Open Source.

Bagas RUDI

Q: Seberapa jauh software Open Source bisa masuk ke segment Enterprise pak. Apakah bisa mengambil alih 100% tanpa menggunakan software berlisensi?


A: Singkatnya bisa, dalam hal ini ruang lingkup bahasan kita adalah software pendukung atau infrastruktur saja ya, sementara software aplikasi tentu saja tidak termasuk sebab secara umum memang software Open Source yang mumpuni adalah software yang digunakan secara luas, dalam hal ini tergolong dalam infrastruktur.

Perlu disampaikan juga bahwa sebetulnya Open Source application pun memiliki license, namun bersifat non-commercial. Untuk penerapan di Enterprise sangat bisa sekali, karena pemanfaatan Open Source software bisa diterapkan dalam berbagai macam layer secara sekaligus, dalam konteks infrastruktur. Diluar infrastruktur adalah aplikasi bisnis, umumnya terkait spesifik pada bisnis industri tertentu, belum atau tidak ada komunitas yang membangun proyek Open Sourcenya.

Rendy RINALDY

Q: Apakah pengertian free software dengan Open Source software berbeda?


A: Dalam satu pengertian:
Free Software artinya pengguna diperbolehkan menggunakan software secara gratis, namun tidak memperoleh source codenya. Sedangkan dengan Open Source pengguna dapat melihat dan mengeksploitasi source code tersebut untuk dikembangkan.

Dalam pengertian lainnya:
Free Software adalah yayasan yang didirikan oleh Richard Stallman di tahun 1991, sebagai institusi beliau dalam mengembangkan software dengan kode sumber terbuka dan dapat dipergunakan oleh masyarakat umum (public domain). Sebelum tahun 1998, hanya ada istilah Free Software sebagai referensi software yang dapat dipergunakan secara bebas namun tidak ada garansinya. Pada tahun 1998, Eric Raymond menyampaikan terminology Open Source, yang merangkum terminologi lainnya termasuk Free Software, sehingga saat ini kita tidak lagi menggunakan istilah free software melainkan Open Source.

Steven WUNARDI

Q: Izin bertanya para panelis, apakah ada universitas terkemuka yang memanfaatkan sistem berbasis Open Source sebagai alat infrastruktur untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis komputer? Apalagi lagi maraknya online learning yang sedang dijalankan karena situasi pandemi.


A: Ada banyak, beberapa di antaranya UI, Gunadarma, Unej, dan masih banyak lagi. Sistem e-learning Open Source yang sudah marak sekali dipakai sejak beberapa tahun terakhir adalah Moodle. Tentunya dalam situasi pandemi saat ini, pemanfaatan tersebut dapat digunakan dengan mudah, khususnya karena banyak modul-modul yang fleksibel untuk dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Didit SUPRIYADI

Q: Tips untuk mahasiswa untuk memulai bisnis di bidang Open Source itu seperti apa ?


A: Dalam kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Equnix, kami definisikan tahapan sebagai:

  1. Identifikasi terlebih dahulu permasalahan/tujuan yang ingin dicapai dengan menjalankan bisnis tersebut apa saja.
  2. Lakukan research terhadap kebutuhan IT apa saja yang diperlukan untuk mendukung tercapainya tujuan bisnis tersebut.
  3. Setelah mengidentifikasi semua kebutuhan, lakukan juga research lebih dalam mengenai teknologi Open Source yang mendukung untuk dijadikan opportunity.
  4. Jika tidak memiliki expertise dalam pengimplentasiannya, maka sebaiknya belajar terlebih dahulu pada perusahaan komersial dan profesional yang sudah memiliki pengalaman yang cukup mumpuni dari hal tersebut.
  5. Pastikan Anda memiliki passion yang sangat baik dan kuat agar tetap mampu dapat menghadapi setiap tantangan yang ada.
  6. Tidak kalah pentingnya adalah memiliki pengalaman dan pengetahuan profesional bagaimana melaksanakan delivery IT yang profesional sesuai dengan bidang expertisenya dan memiliki kemampuan management delivery serta memiliki kelengkapan dokumen sebagai penyerta delivery layanan yang diberikan.

Lebih lanjut mungkin dapat mengikuti youtube Channel kami, dan silahkan tonton rekaman kuliah tamu tentang “Open Source Technopreneurship

Recording:

Terima kasih atas entusiasnya! Kami sangat menghargai kehadiran anda. Semoga materi yang diberikan dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi anda dan kami memohon maaf bilamana ada ketidaknyamanan atau kendala selama Webinar.

Silahkan hubungi kami bilamana ada pertanyaan, Anda dapat kontak tim kami yaitu Agatha Calysta @0811 888 0146 atau Yudha Erlangga @0811 888 0147 untuk penjelasan yang lebih lengkap. Kami senang untuk membantu anda!

Equnix akan mengadakan weekly webinar, ikuti terus acara kami untuk mengetahui bagaimana Open Source Technology memiliki banyak solusi yang menarik bagi dunia bisnis. Untuk informasi lebih lanjut silahkan kunjungi website kami di https://equnix.asia/webinar2021 untuk melihat jadwal lengkapnya.